Penerbit: PWM Jawa Timur. ISSN: 1907-6290.

Penasihat Ahli: Syafiq A. Mughni, Nur Cholis Huda, Mu'ammal Hamidy, Muhadjir Effendy.

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi: A. Fatichuddin.

Redaktur Pelaksana: Muh Kholid AS.

Pemimpin Perusahaan: Nadjib Hamid.

Wakil Pemimpin Perusahaan: Tamhid Masyhudi.

Dewan Redaksi: A. Fatichuddin, Nadjib Hamid, Muh Kholid AS, Ahmad Nur Fuad,

Agus Weha, Abd. Sidiq Notonegoro, Agus Setiawan.

Staf Redaksi: MZ Abidin, M. Adnan, Noor Ainie.

Fotografer: Ilok. Ilustrasi: Setia Hati.

Tata Letak: Nabila.

Sekretaris: Anifatul Asfiyah.

Alamat Redaksi: Jl. Kertomenanggal IV/1 Surabaya 60234, Phone : 031 - 8471412, Fax : 031 - 8420848, Email : matan_pwm@yahoo.com

Jumat, 28 November 2008

L A P S U S

Terus Bergerak Meski Tidak Berbunyi

Ada pemandangan cukup unik di aula Mas Mansur pada siang hari menjelang sore Kamis (16/10). Layaknya panggung pertunjukan, gedung lantai tiga kantor PWM itu menjadi tempat konser penyanyi cilik dari SD Muhammadiyah 16 Kreatif Surabaya. Tidak beda dengan nama sekolahnya, mereka secara kreatif menunjukkan keahlian bermusiknya dengan menyanyikan lagu-lagu religi dengan irama bergenre rock.

Itulah hiburan yang menjadi awal dari acara halal bi halal yang digelar PWM Jatim. Ratusan pengurus PWM Jatim dan Ortomnya: Aisyiyah, Tapak Suci, Hizbul Wathan, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah hadir dalam acara yang dipandu oleh Wakil Sekretaris PWM Tamhid Masyhudi. Nuansa Idul Fitri masih begitu tampak dalam kegiatan ini, dengan berbaurnya para tamu menjadi satu untuk saling minta maaf dan memaafkan.

Seperti tradisi yang sudah tertanam kuat dalam Muhammadiyah hingga tingkat Ranting, sebuah acara tidak lupa diiringi dengan ceramah iftitah. Wakil Ketua PWM Jatim, Noer Cholis Huda, ketiban bagian yang dalam masyarakat dikenal dengan istilah siraman rohani. Dalam ceramahnya yang tidak sampai 10 menit itu, Noer Cholis mengingatkan para undangan agar menjaga kesucian pasca-Ramadhan, apalagi ketika ber-Muhammadiyah. "Muhammadiyah harus memberikan manfaat sebagaimana lambangnya matahari yang bersinar, yaitu memberi, mencerahkan, dan membebaskan," tutur penulis buku Anekdot Tokoh-Tokoh Muhammadiyah itu.

Acara dilanjutkan dengan kesan para Pemimpin Redaksi (Pimred) Harian di Surabaya terhadap gerakan Muhammadiyah dalam bidang ideologi, pendidikan dan kesehatan, serta politik. Sebagai 'kritikus' pertama yang tampil adalah Dhimam Abror Djuraid, Pimred Surabaya Post. "Saya bingung, sebenarnya saya ini ngomong sebagai orang luar yang di dalam atau orang dalam yang di luar," kelakar Dhimam mengawali kesan-kesannya.

Dhimam, yang tercatat sebagai pengurus Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PWM Jatim itu lantas melanjutkan kritiknya dengan mengambil setting kedua anaknya yang sekolah di SDM 16 dan alumnus SDM 4. Beranjak dari cerita itu, Dhimam berharap agar kreativitas para pengelola sekolah tingkat dasar juga terjadi di tingkat menengah. "Selain itu, tren industrialisasi pendidikan yang sedang marak saat ini jangan sampai masuk ke Muhammadiyah," pesannya lagi.

Soal politik, putra Kyai legendaris Muhammadiyah Surabaya, alm. KH Djuraid itu mengaku bersyukur terhadap kiprah Muhammadiyah. Meski kebanyakan masyarakat menjadikan politik sebagai 'panglima', tetapi Muhammadiyah Jatim mampu menempatkan bidang ini dalam posisi yang sewajarnya. Meski demikian, Dhimam juga tidak lupa memberikan 'pekerjaan rumah' kepada Muhammadiyah terkait dengan politik kebangsaan, bahkan mondial. "Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana Muhammadiyah menghasilkan tokoh, pengusaha, dan ilmuan yang mampu meraih nobel," tuturnya berharap.

Sebelum mengakhiri kesan-kesannya, Dhimam menyinggung 'iklan gratis' Muhammadiyah melalui film Laskar Pelangi yang saat ini lagi booming. Dengan tegas, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim itu justru 'berfatwa' bahwa Laskar Pelangi adalah film yang wajib ditonton. "Di tengah keterbatasan, ternyata sekolah Muhammadiyah bisa melahirkan tokoh-tokoh yang mampu menjawab tantangan zaman," komentar Dhimam yang juga mengingatkan masa kecilnya.

Pada sesi kedua disampaikan Riadi Ngasiran dari Duta Masyarakat, harian yang dikenal sebagai koran Nahdlatul Ulama (NU). Ia lebih banyak berbicara tentang dinamika pemikiran dalam organisasi keagamaan. Karena tumbuh besar dalam lingkungan nahdliyin, dia memaparkan masalah ini dengan mengomparasikan apa yang terjadi di NU disandingkan dengan Muhammadiyah. Menurutnya, sebagai ormas yang tua, Muhammadiyah harus menjadi tempat yang nyaman bagi management of idea secara sehat. "Dan selama ini, dinamika itu masih berjalan secara sehat dan dilakukan dengan cara yang sehat dalam menuju titik temu," tuturnya.

Di luar itu, masalah yang tidak boleh dilupakan oleh Muhammadiyah Jatim, menurut Riadi, adalah kemiskinan dan kebodohan. Karena mayoritas masyarakat Jatim tinggal di pedesaan, sebuah fotografi yang erat dengan kebodohan dan kemiskinan, maka saatnya Muhammadiyah 'turun gunung'. Sebab, dua masalah yang menjadi sumber keterbelakangan itu memang tanggung jawab semua pihak. "Karena itu, Muhammadiyah jangan selalu bersifat urban (perkotaan-red) dan elitis," tukasnya mengakhiri kesannya.

Komentator terakhir yang tampil adalah Redaktur Jawa Pos, Tofan Mahdi. Senada dengan Dhimam, dia juga memberikan apresiasi terhadap langkah-langkah Muhammadiyah Jatim dalam menyikapi gejolak politik, termasuk di Jatim. Namun dalam masalah ekonomi, Tofan memberi kritik cukup pedas, meski tidak menohok. "Para ekonom dan pengusaha Muhammadiyah seringkali ketinggalan momentum," komentar redaktur yang kebetulan mengasuh rubrik ekonomi Jawa Pos itu.

Tofan kemudian menyontohkan tentang ketidaksegeraan para ekonom dan pengusaha Muhammadiyah dalam merespons krisis finansial akhir-akhir ini. Padahal menurutnya, krisis ini adalah kesempatan terbaik bagi masyarakat Muslim untuk memperkenalkan ekonomi Islam dan mempraktikkannya. Apalagi krisis ini terkait dengan masalah perbankan yang memperlakukan uang sebagai komoditas. "Bukankah dalam ekonomi Islam, uang adalah alat tukar, bukan komoditas?" jelasnya setengah bertanya.

Pada puncak acara, Ketua PWM Jatim, Syafiq A. Mughni, tampil memberikan respons. Syafiq lalu mengutip pernyataan seorang pejabat non-Muhammadiyah dalam menilai Muhammadiyah Jatim, bahwa Muhammadiyah terus bergerak, meski tidak ada bunyinya. Artinya, dalam kondisi apa pun, Muhammadiyah selalu menambah amal usahanya (AUM) hingga sekarang tersebar di seluruh penjuru Jatim.

Hal itu terbukti misalnya, memiliki lembaga pendidikan tingkat dasar hingga menengah sebanyak 925. Sebuah jumlah yang seringkali membuat banyak pihak agak kurang 'percaya'. Apalagi data kuantitatif itu hanya di Jatim, daerah yang notabene Muhammadiyah bukan mayoritas. "Kami sebenarnya ingin, selain bergerak juga berbunyi," lanjut Syafiq mengomentari kurangnya publikasi atas keberhasilan Muhammadiyah Jatim ini.

Namun melihat kondisi dan situasi yang ada, ternyata harapan memang tidak selamanya cocok dengan realitas. Karena itu, jelas Syafiq, jika memang Muhammadiyah tidak bisa kedua-duanya, maka minimal bisa satu. Dan tentu yang dipilih adalah bergerak, bukan berbunyi.

Tidak ketinggalan, Syafiq juga menyoroti berbagai masalah kontemporer di Jatim. Dalam situasi apapun, Muhammadiyah berkeinginan agar Jatim tetap dalam keadaan tentram dan damai. Karena itu, Muhammadiyah akan selalu melakukan fungsinya dengan mendorong terciptanya situasi yang mendukung semua pihak untuk berpikir secara jernih.

Dalam masalah politik misalnya, agenda yang dilakukan Muhammadiyah adalah pendewasaan dan pendidikan politik. Lebih utama adalah penyadaran tentang konsekuensi demokrasi, sistem politik yang telah dipilih bangsa ini. Muhammadiyah mendorong warganya agar menggunakan hak pilihnya secara cerdas dan kritis dalam memilih pemimpin yang berkomitmen memberantas korupsi, mengutamakan kepentingan rakyat, dan bersikap adil terhadap seluruh lapisan masyarakat.

Selain itu, Syafiq juga tidak menampik adanya berbagai tantangan yang tidak bisa dihindari oleh Muhammadiyah. Diantaranya masalah krusial tentang krisis ekonomi kontemporer dan masalah perbaikan mutu AUM, terutama bidang pendidikan dan kesehatan.

"Setelah Laskar Pelangi tayang, banyak pertanyaan muncul: masih adakah sekolah Muhammadiyah sekarang yang seperti dalam film itu?" ungkapnya. Sebuah tantangan yang tidak memerlukan jawaban lisan, tetapi harus dijawab dengan perbuatan, demi pencerdasan anak bangsa dari belenggu kebodohan.

Tepat pukul 17.20 wib, Syafiq mengakhiri pidatonya dan dilanjutkan dengan penyerahan kenang-kenangan dari PWM untuk ketiga pembicara. Pemimpin Umum/Redaksi Majalah MATAN, A. Fatichuddin menyerahkan bendelan MATAN selama setahun, yang sekaligus menjadi penutup acara yang singkat dan padat itu. Taqaballahu minna wa minkum shiyaamana wa shiyamakum, kullu 'am wa antum bi khair min al-'aidin wa al-faizin. kholid

0 komentar:

Posting Komentar

 
Penerbit: PWM Jawa Timur. ISSN: 1907-6290. Penasihat Ahli: Syafiq A. Mughni, Nur Cholis Huda, Mu'ammal Hamidy, Muhadjir Effendy.

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi: A. Fatichuddin. Redaktur Pelaksana: Muh Kholid AS.

Pemimpin Perusahaan: Nadjib Hamid. Wakil Pemimpin Perusahaan: Tamhid Masyhudi. Dewan Redaksi: A. Fatichuddin, Nadjib Hamid, Muh Kholid AS, Ahmad Nur Fuad, Agus Weha, Abd. Sidiq Notonegoro, Agus Setiawan.

Staf Redaksi: MZ Abidin, M. Adnan, Noor Ainie. Fotografer: Ilok. Ilustrasi: Setia Hati.

Tata Letak: Nabila. Sekretaris: Anifatul Asfiyah.

Alamat Redaksi: Jl. Kertomenanggal IV/1 Surabaya 60234, Phone : 031 - 8471412, Fax : 031 - 8420848, Email : matan_pwm@yahoo.com

Templates Novo Blogger Get Free Blogger Template